Ada empat perkara yang mendatangkan kerugian, yaitu: mata yang tak pernah menangis, hati yang keras, panjang angan-angan, dan rakus terhadap dunia.Panjang angan-angan akan melahirkan sifat malas berbuat taat dan menunda-nunda taubat, berambisi mengejar dunia, lupa terhadap akhirat, dan hati yang keras. Karena hati yang lembut dan bersih terlahir dengan banyak mengingat kematian, kubur, pahala, siksa, dan kedahsyatan hari kiamat.
“…Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras…” (QS. al-Hadid : 16)
Atau sebuah hadits riwayat Bukhari, “Hati orang tua menjadi muda karena dua hal, cinta dunia dan panjang angan-angan.
Terapinya? Ingat mati, kubur, pahala, siksa, dan kedahsyatan hari kiamat. Sesungguhnya perkara-perkara itu akan membangunkan kita dari kelalaian.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika engkau berada di sore hari janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari janganlah tunggu sampai datang sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang masa sakit. Pergunakanlah kesempatan hidupmu sebelum datang kematian.”
Terapi kedua adalah segera beramal shalih. “Segeralah beramal sebelum datang tujuh perkara, tidaklah yang kalian tunggu itu selain kefakiran yang melalaikan, kekayaan yang menyombongkan, penyakit yang merusak, usia tua yang melemahkan, kematian yang melenyapkan, kedatangan Dajjal sejahat-jahat yang dinantikan atau hari kiamat, dan hari kiamat itu sangat pedih dan sangat pahit.” (HR. at-Tirmidzi dalam az-Zuhd)Orang yang membatasi angan-angannya akan sedikit kesedihan dan akan bersinar hatinya.
Hai orang-orang yang sibuk dengan dunianya Ditipu oleh angan-angan kosong
Sementara kematian datang sekonyong-konyongnya Kubur akan menjadi kotak amal Sesungguhnya dunia ibarat bayangan yang akan hilang Atau seperti tamu yang bermalam dan akan segera pergi.
Bedanya Visioner dengan Pemimpi.
Apa bedanya visioner dengan panjang angan-angan? Visi membawa kepada kebaikan dan panjang angan-angan membawa kepada keburukan.
Panjang angan-angan lebih dikaitkan dengan keinginan kosong. Hanya sebuah lamunan dan anggapan keliru tentang masa depan. Orang yang percaya kepada seorang peramal dan bertindak sesuatu hasil ramalan bisa dikategorikan panjang angan-angan.
Dalam sebuah hadits, panjang angan-angan juga dikaitkan dengan kematian. Orang yang panjang angan-angan menganggap akan hidup lama. Yang dimaksud panjang angan-angan ialah meletakan harapan dan keinginan seolah akan terjadi masih jauh dan dia tidak memikirkan kapan kematian akan datang.
Dalam riwayat Bukhari, Anas ra berkata, ”Nabi membuat garis seraya bersabda, ’Ini manusia, ini angan-angannya, sedangkan ini ajalnya. Ketika dia sedang berada dalam angan-angan, tiba-tiba datanglah kepadanya garisnya yang paling dekat.’ Maksud dari ’garisnya yang paling dekat’ adalah ajal kematiannya.
Orang yang panjang angan-angan akan bersikap santai. Dia merasa tidak perlu bertindak segera. Dia menganggap kematiannya masih akan lama. Sementara, orang yang cerdas ialah mereka yang mengingat kematian. Dia akan bertindak segera untuk masa depannya. Ingat mati adalah suatu gambaran bahwa kita harus memperhatikan masa depan kita (hari esok). Inilah yang disebut dengan visi.
Berkata Ibnu Omar r.a: Pada suatu hari aku datang berjumpa Rasulullah s.a.w yang sedang berada di tengah kalangan sahabat yang terkemuka. Lalu berdirilah seorang sahabat daripada Ansar bertanya Rasulullah dengan berkata:
“Ya Rasulullah! Siapakah yang paling pintar dan siapa pula yang paling cerdas akalnya?”
Rasulullah menjawab: “Yang paling cerdas dan yang paling pintar ialah orang yang paling banyak mengingati mati dan yang paling banyak bekal menghadapi mati. Merekalah yang paling pintar dan yang paling cerdas kerana mereka mendapat kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat.”
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda: “Perbanyaklah mengingati mati.” (Hadis Riwayat: At Thabrani).
Jadi orang yang visioner akan bertindak segera untuk mempersiapkan hari esok. Dia akan memperhatikan apa-apa yang dia lakukan untuk hari esok. Sungguh, sangat berbeda dengan apa yang disebut dengan panjang angan-angan.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr:18).
Memiliki cita-cita, harapan, tujuan, atau visi bukanlah termasuk panjang angan-angan. Mengapa Rasulullah saw hijrah? Sebab ada harapan setelah hijrah. Rasulullah saw memiliki visi Islam akan berkembang setelah hijrah. Meskipun berat, bahkan berkali-kali gagal, tetapi hijrah tetap dilakukan. Visi justru akan membuat kita bergerak. Sementara panjang angan-angan akan menjadikan kita santai.
Mengukur Angan-angan
Hidup kadang seperti rangkaian bias-bias sinar terik yang membentuk fatamorgana. Terlihat begitu indah. Segar menawan. Ia melambai-lambai, membuat ruhani yang haus kian terpedaya.
Seperti itulah rupa hidup buat sebagian orang. Seperti itulah ketika kesenjangan antara idealita dengan realita tak lagi menumbuhkan kesadaran. Bahwa, hidup penuh perjuangan. Yang muncul selanjutnya adalah angan-angan. Andai saya bisa. Andai saya kaya!
Kesenjangan makin parah ketika tarikan-tarikan idealita punya dua tangan. Adanya obsesi hidup serba lengkap di satu sisi, serta pergaulan yang begitu akrab dengan dunia serba mewah. Entah kenapa, ingatan begitu kuat menyimpan sederet merek mobil mewah, lokasi wisata kelas tinggi, trend baru seputar busana, handphone dan sebagainya. Ada selera hidup yang, boleh jadi, di luar kemestian.
Padahal, kenyataan diri berkali-kali menegaskan bahwa semua tuntutan gaya hidup itu di luar kemampuan. Bahwa, membayang-bayangkan sesuatu di luar kesanggupan hanya menguras energi tanpa manfaat. Seolah diri ingin mengatakan, “Inilah kenyataan. Terimalah. Jangan mimpi. Jangan terbuai angan-angan!”.
Namun, penegasan itu sulit diterima diri yang terus dipermainkan nafsu. Pada saat yang sama, kesadaran jiwa kian tenggelam dengan angan-angan. Terus tersiksa dengan segala ketidakmampuan. Cahaya iman meredup. Hati pun menjadi gelap.
Seorang sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin Mas’ud, pernah memberikan nasihat.
Ada empat hal yang menyebabkan hati manusia menjadi gelap. Yaitu, perut yang terlalu kenyang, berakrab-akrab dengan orang-orang zalim, melupakan dosa-dosa masa silam tanpa ada perasaan menyesal. Dan terakhir, panjang angan-angan.
Beliau radhiyallahu‘anhu juga memberikan nasihat sebaliknya. Ada empat hal yang membuat manusia memiliki hati yang terang. Yaitu, adanya kehati-hatian dalam mengisi perut, bergaul dengan orang-orang yang baik, mengenang dosa-dosa dengan penuh penyesalan. Dan keempat, pendek angan-angan.
Seperti itulah nasihat singkat dari seorang sahabat Rasul yang sejak kecil hidup apa adanya. Tapi kemudian, tumbuh menjadi seorang pakar Alquran, ahli fikih, dan beberapa penguasaan ilmu lain. Umar bin Khattab pernah berkomentar tentang sosok Abdullah bin Mas’ud. “Sungguh ia terpelihara oleh kefaqihan dan ketinggian ilmunya.”
Ada beberapa sebab kenapa angan-angan kian memanjang. Pertama, keringnya hati dalam mengingat Allah swt. Kekosongan-kekosongan itulah yang menjadi lahan subur tumbuhnya angan-angan. Allah swt. berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16).
Kedua, adanya kecintaan pada dunia. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia itu laut yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Maka hendaklah perahu duniamu itu senantiasa takwa kepada Allah ‘Azza Wajalla. Isinya iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya berupa tawakkal penuh pada Allah swt. Anakku, berpuasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat.”.
Seorang ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah memberikan nasihat soal ini. Janganlah sekali-kali menatap dan merenungi harta orang lain. Karena di situlah peluang setan menyusupkan godaannya.
Ketiga, menghinakan nikmat Allah. Sangat wajar jika seorang manusia ingin hidup kaya. Dan Islam sedikit pun tidak melarang umatnya menjadi orang kaya. Justru, ada hadits Rasulullah saw. yang mengatakan, “Kaadal faqru ayyakuuna kufron” (Boleh jadi kefakiran menjadikan seseorang kepada kekafiran).
Masalahnya tidak pada sisi itu. Ketika seseorang tidak mampu menerima kenyataan apa adanya, ada sesuatu yang hilang. Itulah syukur terhadap nikmat Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Dua hal apabila dimiliki seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Attirmidzi).
Jika seorang hamba Allah kurang bersyukur, yang terjadi berikutnya adalah buruk sangka pada Allah swt. Menganggap Allah kurang bijaksana. Menganggap Allah tidak adil. Padahal, semua kebijaksanaan Allah adalah pilihan yang terbaik buat hamba-Nya. Boleh jadi, kemiskinan buat seseorang memang merupakan situasi yang tepat buat hamba Allah itu.
Seperti itulah firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 27. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”.
Terakhir, adanya kekaguman terhadap seseorang karena sisi kekayaannya. Begitulah mereka yang kehilangan identitas keimanannya. Gampang kagum dengan sesuatu dari kulit luarnya: penampilan dan kekayaan. Padahal, kenyataan hidup yang terlihat tidak seindah yang dibayangkan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS. Ali Imran: 196)
Kehidupan memang tak bisa lepas dari pemandangan menipu sejenis fatamorgana. Tapi semua itu tidak akan mampu menggoda hati-hati yang tidak dahaga. Karena nikmat Allah yang ada sudah teramat layak untuk disyukuri.
Panjang Angan-Angan :
Panjang angan-angan (thulu al-'mal) adalah sifat yang sangat tercela bahkan dapat menyebabkan rusaknya akhirat dan terperdaya oleh godaan dunia. Rasulullah SAW bersabda "Pertama kali yang akan selamat dari umat itu adalah yang zuhud dan tidak banyak berangan-angan. Kerakusan terhadap dunia dan panjang angan-angan akan mengakibatkan kerusakan." Di antara doa Rasulullah "Kami mohon perlindungan kepada Engkau dari setiap angan-angan yang dapat melalaikan."
Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w. berkata "Yang saya takut atas kamu dari perkara yang paling menakutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu dapat mencegah kebenaran, sedang banyak berangan-angan dapat melupakan akhirat". Di antara perkataan sahabat berbunyi "Barang siapa yang banyak berangan-angan, maka buruk amalnya".
Contoh panjang angan-angan adalah perasaan kekal di dunia. Orang yang berperasaan kekal itu menunjukkan ia sangat bodoh terhadap sesuatu karena ia menyia-nyiakan pekerjaan dengan berpegang kepada dugaan. Apabila dikatakan kepadanya, apakah pada sore hari sampai esok harinya kamu merasa kekal, atau pada esok hari sampai sore harinya kamu juga masih merasa akan kekal ? tentu ia akan mengatakan "tidak". Tetapi ketika bekerja untuk dunianya ia seperti orang yang merasa tidak akan mati. Sehingga, seandainya ia diberitahu bahwa ia akan kekal di dunia niscaya ia akan menambah kerakusan dan cintanya kepada dunia. Oleh karena itu, orang yang membesarkan kebodohannya adalah orang-orang yang bersifat rakus dan cinta kepada dunia.
Kemudian, panjang angan-angan merupakan sumber dari amal-amal jelek dan akhlak yang tercela yang dapat menghalangi taat kepada Allah dan terjerumus dalam maksiat, seperti rakus, kikir dan takut miskin. Di antara amal-amal jelek yang paling besar jeleknya adalah tunduk kepada dunia, suka keramaian dunia dan berusaha mengumpulkan barang-barang yang tidak berguna di dunia.
Rasulullah SAW bersabda "Aku diutus untuk merusak dunia. Barang siap yang meramaikannya, maka ia tidak termasuk golonganku. Banyak berangan-angan akan menjadikan seseorang taswif, yaitu mandul yang sama sekali tidak punya anak yang baik".
Menurut satu pendapat, kebanyakan jeritan nanti adalah dari mereka. Yaitu orang yang suka menangguhkan untuk mengerjakan amal baik, sehingga menjadi malas untuk berlaku taat kepada Allah dan selalu menunda tobat dari perbuatan jahat sampai kematian datang kepadanya. Lalu ia berkata "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh". (QS. Al Manafiqun: 10). Kemudian Allah mengatakan kepadanya "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang bila datang waktu kematiannya" (QS. Al Munafiqun: 11). Ayat lain berbunyi "Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir, dan apakah tidak datang kepada kamu pemberi peringatan ? maka rasakan (azab kami)" (QS. Fathir: 37). Lalu ia keluar dari dunia dengan membawa kerugian yang tidak ada akhirnya dan penyesalan yang tidak ada batasnya.
Oleh karena itu, wahai saudaraku sedikitkan angan-anganmu dan jadikanlah ajalmu ada di depan kedua matamu sementara angan-anganmu ada di belakang punggungmu. Dalam menyedikitkan angan-angan mintalah pertolongan dengan mengingat putusnya kelezatan dan yang memisahkan perkumpulan. Berpikirlah dari jalan yang ada di depanmu dengan penglihatan yang sangat nyata, dan merasalah dekatnya mati, karena mati itu adalah perkara gaib yang paling dekat yang sedang menunggu. Bersiap-siaplah untuk mati dan takutlah kepada mati yang datangnya mengejutkan semua keadaan.
Rasulullah SAW bersabda "Demi Zat yang ada pada diriku dalam kekuasaan-Nya, aku tidak mengangkat penglihatanku, hanya saja aku menduga bahwa aku menurunkannya sampai aku dicabut, dan aku tidak makan sesuap kecuali aku menduga bahwa aku menyempurnakan sampai aku tercekik karena mati".
Kadang-kadang Rasulullah SAW meletakkan tangannya ke tembok untuk bertayammum. Lalu ditanyakan kepadanya "Sesungguhnya air itu dekat dari engkau", Rasulullah SAW menjawab, "Aku tidak mengerti barangkali aku tidak bisa sampai ke air tersebut".
Sayyidina Abu Bakar Al-Siddiq RA. Berkata dengan melagukan syairnya:
Setiap orang pagi-pagi bersama keluarganya
Sedang mati itu lebih dekat dari jepit sandalnya
Hajjat Al Islam Imam Ghazali Rahimahullah berkata, "Ketahuilah bahwa mati itu tidak datang mengejutkan pada waktu yang ditentukan, usia yang ditentukan, dan keadaan yang ditentukan. Dari kedatangannya yang mengejutkan sudah pasti, maka menyiapkan untuk mati itu lebih utama daripada menyiapkan untuk dunia.
Al Haddad, Sayyid Abdullah. Jalan Para Nabi Menuju Surga. Jakarta: Penerbit Hikmah. 2003
No comments:
Post a Comment